Senja
mengubah langit menjadi berwarna oranye menyala. Entah kenapa, begitu
ingin rasanya aku memalingkan pandanganku dari langit jingga. Ritual
berpamitan matahari setelah setengah hari memamerkan cahayanya pada
bumi, adalah momen terakhir yang ingin kunikmati. Bukan karena aku kini
sudah tak lagi mengidolakan senja, tapi memandangi senja, seperti
biasanya, selalu membawa ingatanku menuju kamu. Dan kamu, adalah hal
terakhir yang ingin aku ingat saat ini.
Kamu
memang serupa senja, yang indahnya membuat aku tergila-gila. Tapi
senja, seperti halnya kamu, tak pernah mau tinggal terlalu lama, sekedar
membiarkan aku menikmati indahnya lebih lama dari biasanya. Kau dan
senja, seperti sama-sama tak mau termiliki, kalian ingin bebas, dengan
cara kalian sendiri. Seperti senja, yang terburu-buru pergi setiap aku
mengejarnya diujung jalan, begitupun kamu, menghilang secepat oranye
yang berubah menjadi kelabu, saat aku berusaha meraihmu.
Aku
sering bertanya, kenapa Tuhan membiarkan aku dan kamu bertemu, lalu
kemudian membiarkan hatiku jatuh padamu, jika kemudian Tuhan membiarkan
hatimu berjalan ke arah yang lain, membiarkan hatiku jatuh sendirian,
tak berbalas, retak, hancur. Tapi kemudian aku sadar, bahwa tak patut
mempertanyakan kuasa Tuhan, karena bukankah Dia bebas melakukan apa yang
Dia mau, karena aku sadar betul Dia tahu mana yang baik untukku, yang
sengaja dia ciptakan sebagai hamba-Nya. Maka kemudian kuterima semua sebagai bagian dari perjalanan, yang menguatkanku, mendewasakanku.
Aku
belajar untuk berhenti bertanya. Maka bukan aku tak peduli jika
akhirnya aku diam saat kau kembali pergi saat aku sedang berusaha
meraihmu. Aku melepasmu seperti aku melepas senja. Tak lagi berusaha
mengejar, karena tahu, bahwa kau berlari untuk dilepas, bukan untuk
dikejar. Maka aku melepasmu berlari, dengan tenggorokan tercekat, dan
hati yang luluh lantak.
Sudahlah, menghadirkan kamu dalam otakku berarti membiarkan hatiku kembali merasakan sakit yang tak terkira perihnya. Jika
memang bukan pada genggamanku akan kau pasrahkan jarimu, maka takkan
kuraih paksa jemari lentikmu. Dan walau sulit, kurapalkan sebuah doa,
untuk kamu yang entah berada di belahan dunia yang mana, semata-mata
agar kamu bahagia, walau mungkin bahagia itu bukan milikku.
Ya, semoga kamu menemukan bahagiamu di sana, di suatu tempat, yang jauh dari aku…
******
“If
what we had is really over. If fate is out there we discover. Let’s
find forgiveness for each other. Even if this is goodbye”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar